Spider KOTA PROBOLINGGO: Sejarah Probolinggo
WELCOME TO MY BLOG

Sejarah Probolinggo

BENTUK DAN STRUKTUR KOTA PROBOLINGGO TIPOLOGI SEBUAH
KOTA ADMINISTRATIF BELANDA.

ABSTRAK
Kemajuan ekonomi yang terjadi di Indonesia pada akhir dekade ini banyak menyebabkan perubahan
bentuk dan struktur pada kota-kotanya. Perubahan tersebut tidak saja terjadi dikota-kota besar,
seperti Jakarta, Semarang dan Surabaya, tapi juga melanda kota-kota yang lebih kecil seperti
Probolinggo.Sebelum perang dunia ke 2 , Probolinggo dikenal sebagai kota administratif Belanda
yang terencana dengan baik sekali. Tulisan ini membahas tentang latar belakang perencanaan kota
Probolinggo yang terletak di Jatim. Dengan mengetahui proses perkembangan kotanya dimasa lalu
diharapkan bisa dipakai sebagai pegangan dalam pengembangan kota tersebut dimasa datang.
Kata kunci : Probolinggo, Morpologi kota.
ABSTRACT.
The economic growth during the last decade in ndonesia has brought many changes in the form and
structures of its towns. Those changes do not only take place in large cities like: Jakarta, Semarang
and Surabaya, but it has also invaded smaller towns like Probolinggo in east Java. Before world war II,
Probolinggo was known as a still but well prepared provincial township in the east corner. This paper
discus the background of its planning with its specific characteristics. It is hoped that by knowing the
process oh its becoming in the past, that it could be taken as a guide line for further development in
the future.
Keywords: Probolinggo, Town Morphology.
PENDAHULUAN.
There are two kind of cities ……………… The first kinds is planned or
disigned or “created city…… The other kind is the “ville spontanee”, the
spontaneous city, also called “grown”, change grown”, “generated (as again
imposed), or to underline one of the evident determinants of its pattern,
geomorphic”……. (Spiro Kostof, 1991:43)
Kota adalah lingkungan binaan manusia yang sangat komplek. Oleh sebab
itu kota bisa dibahas dari berbagai sudut pandang disiplin ilmu dan sekaligus juga
merupakan bahasan yang tidak pernah kering. Tulisan tentang Probolinggo kali ini
akan dibahas dari sudut bentuk dan struktur kotanya. Para rasionalis baru Eropa
memberikan beberapa arahan tentang bagaimana cara memandang morpologi kota,
seperi yang disarikan oleh Parimin (1996:3), sebagai berikut:
Pertama: Morpologi kota adalah realitas dari cara memandang dunia.
Dalam kasus kota Probolinggo kita menyaksikan bagaimana setelah kota pesisir
Dimensi 23/ARSITEK JULI 1997
2
Utara P. Jawa ini dikuasai sepenuhnya oleh Belanda pada th. 1743, secara sadar
mereka membentuk kota ini dengan tujuan tertentu. Bagaimana Belanda membentuk
kota Probolinggo sebagai pusat produksi1 yang efektif dan distribusi dari produk
pertanian selama periode kolonial, serta pusat administrasi yang mengontrol proses
produksi, mengakibatkan pola tata ruang yang khas pada kotanya.
Kedua: adalah pengamatan tentang ruang publik kota. Dalam hal ini
termasuk seperti alun-alun dan ruang-ruang kota lainnya seperti jalan-jalan utama
yang digunakan untuk prosesi kenegaraan atau keagamaan dan lain-lainnya. Bentuk
kota pada dasarnya terjadi akibat proses interaksi antar penghuninya. Individu dalam
masyarakat kota tidak terisolasi dalam kegiatan individual, tapi terinteraksi dalam
bentuk ruang kota (Parimin, 1996:4). Oleh sebab itu dalam mengamati morpologi
kota yang terpenting bukanlah bentuk bangunan individual, tapi ruang-ruang publik
kota.
Ketiga : kota bukan ciptaan satu generasi, tapi terus tumbuh dari satu
generasi ke generasi lainnya. Jadi pada dasarnya bentuk kota yang sekarang adalah
merupakan proses interaksi antar generasi. Dalam pengalaman sejarah, kota tidak
tumbuh menuju suatu sistim tertentu milik suatu generasi yang dianggap unggul.
Tapi ide dari satu generasi ‘tumbuh dan mati’ dibagian suatu kota. Sementara ide
dari generasi berikutnya ‘tumbuh dan mati’ dibagian lain dari kota (Parimin,1996:4).
Jadi bentuk kota yang sesungguhnya berupa kolasi-kolasi sejarah.
Dalam hubungannya dengan kota Probolinggo kali ini, pembahasan hanya
ditekankan pada pertumbuhan bentuk kota pada masa kolonial saja. Begitu
dominannya pembentukan kota Probolinggo pada masa kolonial ini hingga sampai
sekarang masih merupakan tata ruang kota yang sangat dominan di Probolinggo,
meskipun kita sudah merdeka lebih dari 50 tahun yang lalu.
PROBOLINGGO.
Sejarah Masa Lalunya
Dibandingkan dengan kota-kota pesisir Jawa Timur lainnya seperti
Surabaya, Tuban atau Gresik, maka Probolinggo relatif kurang dikenal dimasa lalu.
1 Sebagai ibukota Kabupaten, Probolinggo mengontrol produksi gula, beras dan tembakau yang
dihasilkan dari daerah pedalamannya yang subur.
Dimensi 23/ARSITEK JULI 1997
3
Oleh sebab itu sejarah masa lalunya sebelum sebelum jatuh ketangan VOC agak
kurang dikenal 2.
Seperti hampir semua kota-kota pesisir Utara Jawa, Probolinggo juga
terletak dimuara sungai. Sungai utama yang melalui kota Probolinggo tersebut dulu
namanya Kali Banger 3. Itulah sebabnya sampai tahun 1765, Probolinggo masih
dikenal dengan nama Banger4 (Kumar, 1983:82).
Sebelum dikuasai Belanda, kota ini ada di bawah kekuasaan Pakubuwono II
dari Mataram. Baru setelah perjanjian tanggal 11 Nopember 1743, antara VOC dan
Mataram, Probolinggo diserahkan sepenuhnya kepada VOC (Kumar, 1983:82). Pada
saat penyerahan kota ini kepada VOC, tercatat bahwa Banger (nama Probolinggo
dulu), hanya merupakan permukiman dengan sekitar 50 keluarga dan selanjutnya
diperintah langsung oleh VOC (Gill, 1995:275). Data sejarah sebelum masa itu sulit
di dapat.
Bupati pertama Probolinggo adalah Kyai Jayalelana, yang memerintah atas
nama VOC. Kyai Jayalelana adalah anak laki-laki Kyai Bun Jaladriya dari Pasuruan.
Tapi pada tahun 1768, Kyai Jayalelana diturunkan dari jabatannya dan kemudian
dipenjarakan, karena dianggap oleh pihak VOC tidak setia ketika terjadi puncak
konflik antara VOC dan Blambangan pada th.1768 (Kumar, 1983:82). Sampai
sekarang Kyai Jayalelana masih dianggap sebagai orang suci bagi masyarakat
Probolinggo.
Pada masa pemerintahan Daendels (1808-1811), tepatnya pada th. 1810,
Probolinggo dijual sebagai tanah pertikelir kepada Kapiten Han Tik Ko5 dari
2 Valentijn seorang pendeta tentara Balanda yang sering melakukan perjalanan ke berbagai tempat di
Hindia Belanda antara th. 1724-1726, tidak pernah menyebutkan sama sekali tentang Probolinggo.
Peristiwa penting tentang Probolinggo dari pihak VOC baru muncul pada th. 1761, ketika ada
pergantian jabatan penguasa Pantai Utara dan Timur Laut Jawa, Nicolas Hartingh kepada
penggantinya Ossenbergh. Laporan ini antara lain mengatakan bahwa: Banger (nama lama
Probolinggo ), meskipun kecil tapi letak bagus ….” Ini membuktikan bahwa Probolinggo pada abad ke
18, sudah menarik prhatian, karena letaknya yang strategis
3 Banger dalam bahasa Jawa berati bau busuk (yang khas).
4 Yang mengganti nama Banger menjadi Probolinggo adalah Bupati Tumenggung Jayanegara pada
tahun 1768 (lihat Hageman, Oosterlijk Java en Madoera, II. MS.118, prgf 72).
5 Han Tik Ko kemudian dikenal dengan sebutan: “Babah Tumenggung Probolinggo”, yang menempati
Kabupaten baru. Letaknya disebelah Selatan Alun-alun. Pada jaman Daendels tidak hanya
Probolinggo yang jatuh ketangan orang Cina kaya, tapi juga Besuki dan Panarukan disewakan
kepada Han Boeijko (Han Boei Ko) seorang Kapiten dari Surabaa (lihat Rapport van de
Landschappen Besoeki en Panaroekan 1813, MS AN, kode; Probolinggo, no.6d, hal.7-8). Lihat juga
buku Nusa Jawa (Gramedia Pustaka Umum, Jakarta), Denys Lombard (1996), jilid 2, hal. 81 dan
seterusnya.
Dimensi 23/ARSITEK JULI 1997
4
Pasuruan, seharga 1.000.000 ringgit (rijksdaalders)6. Tapi pada th. 1814 terjadi
pemberontakan atas kekuasaan Han Tik Ko. Pemberontakan berdarah tersebut
dibantu oleh orang-orang Inggris yang akhirnya Probolinggo dapat dibebaskan
kembali. Di sebelah Timur alun-alun Probolinggo didirikan tempat pemakaman bagi
perwira-perwira Inggris yang gugur. Sampai th. 1930 pemakaman tersebut masih
dipelihara dengan baik. Setelah itu Probolinggo kembali diperintah oleh Belanda
sampai th. 1940 an (Gill, 1995:276).
Karena letaknya yang strategis dan penting tersebut, sejak th.1855,
Probolinggo sudah menjadi ibukota Karesidenan Probolinggo dan kemudian menjadi
ibukota afdeling (sederajat dengan kabupaten), yang termasuk Karesidenan
Pasuruan. Sampai th. 1855 daerah sudut Jawa Timur merupakan satu wilayah
dengan Besuki sebagai ibukotanya. Sesudah th. 1855, Pasuruan, Probolinggo,
Besuki dan Banyuwangi kemudian dijadikan ibukota Karesidenan dengan nama
Karesidenannya mengikuti nama-nama ibukotanya.
Setelah undang-undang desentralisasi th. 1903 dan disusul dengan
pelaksanannya pada th. 1905, Probolinggo punya status sebagai gemeente
(kotamadya). Tapi baru pada th. 1918 kota tersebut mempunyai dewan kotamadya
(gemeente raad). Dan baru pada th. 1928, Probolinggo dipimpin oleh seorang
Asisten Residen, yang kemudian menjadi Walikotanya. Sekarang Probolinggo
berstatus Kotamadya sebagai ibukota Kabupaten Probolinggo.
Letak Geografis.
Probolinggo adalah kota pesisir yang terletak disebelah Timur dari propinsi
Jatim. Daerahnya merupakan dataran rendah ditepi selat Madura. Meskipun kotanya
merupakan dataran rendah tapi pada latar belakang kota tersebut terletak
pegunungan Tengger dan gunung Bromo. Itulah sebabnya Probolinggo mempunyai
daerah ’hinterland’ yang subur. Di daerah dataran rendahnya orang menanam tebu
dan padi. Oleh sebab itu dalam jarak 6 km saja sebelah Selatan dari Probolinggo
sudah terdapat 4 buah pabrik gula (Wonolangun, Wonoasih, Sumber Karang dan
Umbul).
6 Rappoert van het landscap Probolinggo, hal. 22. Pada waktu itu Afdeling Probolinggo luasnya 36.5
mil persegi,yang ,meliputi 382 desa. Jumlah penduduknya 39.982 jiwa. Terdiri dari 38.800 Pribumi,
629 Cina, 61 Eropa, 22 Melayu dan lain-lain 161 jiwa.
Dimensi 23/ARSITEK JULI 1997
5
Probolonggo juga merupakan titik temu yang penting serta pelabuhan
regional untuk produk pertanian daerah pedalaman seperti gula, tembakau dan kopi.
Sudah sejak jaman Daendels (1808-1811) Probolinggo mempunyai hubungan infra
struktur yang baik dengan kota-kota lain di Jawa Timur. Probolinggo dilalui oleh
Grotepostweg (jalan raya pos), jalan raya yang menghubungkan kota-kota di pantai
Utara Jawa mulai dari Anyer di Jawa Barat sampai Panarukan di Jatim.
Gb.1. Probolinggo sebuah kota di pantaiUtara Jatim. Kotanya terletak di dataran rendah di depan
Selat Madura.
Gb2. Jalan raya Pos (Grotepostweg), yang dibuat Daendels (1808-1811).
Gb.3. Perkembangan jalan kereta api di P. Jawa pada akhir abad ke 19.dan awal
abad 20.
Dimensi 23/ARSITEK JULI 1997
6
Jaringan rel kereta api dari Surabaya ke Pasuruan sepanjang 63 km selesai
dibangun oleh Stadspoorwegen (SS), pada th. 1878, kemudian diperpanjang sampai
Probolinggo sampai 40 km pada th. 1884. Setelah itu pada th. 1895 rel kereta api
disambung lagi dari Probolinggo-Klakah. Pada th. 1896 menyusul cabang-cabang ke
Lumajang dan Pasiran, selanjutnya diteruskan lewat Jember ke Bondowoso,
Situbondo dan diteruskan ke pelabuhan Panarukan dengan jarak 151 km, semua ini
selesai pada th. 1897. Dengan demikian hubungan dengan rel kereta api dari
Probolinggo ke kota-kota lain terutama dengan kota-kota perkebunan Jatim, antara
th.1900 sudah terealisir dengan baik.
Perkembangan Morpologi Kotanya.
Sementara ini kita tidak mempunyai sama sekali peta-peta kota Probolinggo
pada jaman prakolonial. Sehingga sulit mencari jejak bentuknya pada jaman
prakolonial. Pembentukan morpologi kota secara mantap kelihatannya sudah dimulai
dari th. 1850 an7.
Pada masa pemerintahan Daendels (1808-1811), Probolinggo dijual kepada
Han Tik Ko seorang Kapiten Cina dari Pasuruan. Seorang kaliber Daendels
memutuskan untuk menjual Probolinggo kepada swasta, hal ini tentunya sudah di
pertimbangkan secara masak8. Bila hal ini dihubungkan dengan masalah strategis
maka jelaslah bahwa pada masa itu (awal abad ke 19), Probolinggo masih dianggap
kurang penting. Hal ini disebabkan karena pada waktu itu ujung Timur propinsi Jatim
masih belum berkembang karena infra strukturnya yang masih jelek. Arti strategis
Probolinggo ini baru terasa setelah ujung Timur daerah Jatim pada pertengahan dan
akhir abad ke 19 berkembang menjadi daerah perkebunan besar.
Dari analisis diatas diketahui bahwa perkembangan kota Probolinggo
mungkin baru dimulai setelah pertengahan abad ke 19. Pada pertengahan abad
ke19 Probolinggo disebutkan dalam catatan perjalanan Poerwolelono9 sbb:
Kota Probolinggo termasuk bagus, hampir mirip dengan ibukota Pasuruan. Rumah
Karesidenan kecil, namun bagus. Rumah itu adalah bekas rumah Asisten Residen waktu
Probolinggo berada dibawah Karesidenan Besuki. Rumah Bupati berada disebelah Utara
7 Peta tertua tentang Probolinggo sementara yang didapat kurang lebih berangka tahun 1850 an.
Pada waktu itu Probolinggo masih termasuk Karesidenan Besuki
8 Pada waktu itu Daendels memang memerlukan banyak uang untuk membangun infra struktur dan
pertahanan P. Jawa.
9 Soerio Tjondro Negoro, ed. Reizen van Raden Mas Poerwolelono I. hal. 147-149.
Dimensi 23/ARSITEK JULI 1997
7
kota, kira-kira pada jarak 1 pal dari rumah Residen. Alun-alun Kabupaten amat luas dan
sebelah Utaranya terdapat benteng kecil.
Berdasarkan data-data yang ada, kami mencoba menganalisis
perkembangan kota Probolinggo mulai dari jaman pra kolonial (sebelum th. 1743)
sampai tah 1940 an menjadi empat tahapan.
Tahap I (sebelum th. 1743).
Seperti lazimnya tipologi kota-kota pesisir di Jawa, maka pada awalnya
sebelum menguasai kota, Belanda mendirikan sebuah pos dagang yang berfungsi
ganda sebagai benteng. Benteng tersebut ditempatkan pada posisi yang strategis ,
yaitu dekat pelabuhan dan sebelah mulut sungai, dengan tujuan supaya lebih mudah
dicapai oleh kapal. Di dalam benteng tersebut seperti biasanya terdiri atas pos
dagang, dilindungi dengan beberapa bangunan yang dipakai sebagai tempat tinggal
dan gudang.
Gb.4. Analisis tahap 1, kota Probolinggo. Pada masa prakolonial (sebelum th.1743)
Pada awalnya Belanda hanya mendirikan pos dagang yang berfungsi ganda
sebagai benteng ditepi pantai dan dekat mulut sungai. Diperkirakan pada waktu itu
alun-alun dan bangunan yang ada disekelilignya (Mesjid, Kabupaten, dsb.nya)
sudahada. Selain itu juga diduga daerah Pecinan yang memainkan peran utama
dalam pasar domestik sudah ada.
Dimensi 23/ARSITEK JULI 1997
8
Disamping kota yang sudah ada dari penguasa setempat (inti darikota Jawa
biasanya berupa sebuah alun-alun dan bangunan penting di sekelilingnya yaitu
rumah Bupati, mesjid dan bangunan penting lainnya), di luar pos dagang Belanda
dan inti kota setempat, terdapat daerah hunian orang Cina yang tinggal di kota-kota
pantai Utara Jawa. Orang-orang Cina ini memainkan peran utama dalam pasar
domestik, baisanya mereka ini juga membangun hubungan mutualistik dengan
pedagang Eropa setempat. Jalan utama dari benteng ke alun-alun kelihatannya
sudah dibuat pada waktu itu (lihat gb.4.)
Tahap 2 (th. 1743-1850).
Kota Probolinggo sepenuhnya dikuasai oleh Belanda pada th. 1743. Setelah
itu dikuasai oleh “Babah Tumenggung Probolinggo” alias Han Tik Ko (1810-1813),
yang berakhir dengan terbunuhnya “Babah Tumenggung Probolinggo” tersebut
dalam suatu pemberontakan rakyat. Selanjutnya Probolinggo ada dibawah
kekuasaan Belanda berakhir sampai th. 1940 an.
Gb.5. Analisis tahap 2, kota Probolinggo (th 1743-1850). Pada maa itu Belanda
sudah berkuasa penuh atas kota Probolinggo. Pembentukan sumbu utama kota
(Heerenstraat- Jl. Suroyo), sudah tampak. Poros utama Benteng - Alun-alun –
Kantor Asisten Residen) yang menuju Grotepostweg (jalan raya pos) juga
sudah ada.
Dimensi 23/ARSITEK JULI 1997
9
Sekitar th.1830 an sudah terlihat adanya sumbu utama kota, yang
menghubungkan pelabuhan – benteng – alun-alun terus sampai rumah Residen,
yang terletak di jalan Raya Pos (Grotepostweg). Di depan rumah Residen tersebut
terdapat kandang kuda yang digunakan untuk kereta pos.
Disamping sumbu utama tersebut juga sudah ada dua jalan yang
mengapitnya (lihat gb.5.), serta sekalian dengan jalan yang melintang. Kawasan
Pecinan masih merupakan daerah hunian yang tidak teratur. Jadi morpologi kota
Probolinggo sudah terbentuk pada th. 1850an.
Gb.6. Analisis tahap 3, Kota Probolinggo (th 1850-1880). Pada tahap ini kota
Probolinggo sudah terbentuk seperti ujudnya sekarang. Wujudna berbentuk segi
Empat (1.2 x 1.3 Km). Kurang lebih 160 HA. Hanya jalan kereta api yang belum
ada waktu itu.
Dimensi 23/ARSITEK JULI 1997
10
Tahap 3 (th 1850-1880an).
Antara th. 1850 sampai 1880 an merupakan proses pembentukan kota yang
permanen. Pusat kota diperluas secara simetri dengan kawasan kota Barat dan
Timur. Disebelah Selatan dari jalan raya pos (Grotepostweg), dimana terletak rumah
Residen, dimasukkan dalam blok kota dengan cara membangun jalan lurus
dibelakang rumah tersebut, kemudian pada kedua ujungnya dibuat melengkung
kearah jalan raya pos, dan menyatu dengan jalan-jalan yang paling tepi yang
mengelilingi blok kota (lihat gb.6.)
Dengan demikian terbentuklah sudah sebuah morpologi kota yang kompak
dan simetrri, dengan Jl., Suroyo (dulu Heerenstraat) sebagai sumbunya. Bentuk segi
empat tersebut berukuran 1.2 Km x 1.3 Km, dengan luas kurang lebih 160 HA.
Kawasan baru sebelah Barat ditempatkan kampung Arab dan kampung
Melayu. Kawasan Timur tata letaknya agak kurang teratur, hal ini disebabkan karena
ada kali Banger yang melintasi kawasan tersebut menuju Timur Laut. Disebelah kali
Banger adalah kawasan perdagangan bagi orang Cina, sedangkan disebelah Timur
dari Kali tersebut adalah kawasan tempat tinggal orang Cina, dengan kelenteng yang
terletak diujung sebelah Utara daerah tersebut (lihat gb.14.).
Tahap 4 (th. 1880-1940an)
Pada tahap ini morpologi kotanya boleh dikatakan hampir tidak
berkembang. Tambahan yang penting antara th. 1880 an dibuat daerah hunian bagi
penduduk setempat disebelah Timur kota (kurang lebih 25 HA).
Antara daerah disebelahTimur yang sudah ada dengan daerah hunian
Pribumi terdapat lajur-lajur panjang yang belum dikapling (lihat peta Probolinggo th.
1882). Hal ini bisa artikan sebagai jalur peredam yang dibuat untuk pengawasan dan
keamanan bagi kepentingan masayarakat kolonial. Kawasan ini dibangun terakhir
bersama dengan bangkitnya Probolinggo sebagai pelabuhan angkutan hasil bumi
dari sudut Timur Jatim dan industri gula serta pabrik penggilingan padi. Semuanya ini
memerlukan banyak orang-orang Pribumi sebagai tenaga kerja.
Selain daripada itu pada akhir abad ke 19 juga dibangun rel kereta api yang
melewati Probolinggo sehingga dibangun sebuah stasiun kereta api di depan alunDimensi
23/ARSITEK JULI 1997
11
alun. Rel kereta api inijuga menuju ke pelabuhan dengan maksud untuk mengangkut
hasil bumi dari pelabuhan untuk di distribusikan ke Surabaya.
Jadi antara th. 1881-1940 an morplogi kota Probolinggo boleh dikatakan tidak
mengalami perubahan yang berarti.
Bentuk Kerangka Utama Kotanya.
Bentuk kerangka utama kota Probolinggo sebenarnya berupa segi empat
yang kompak. Tata letak kotanya tampak teratur dan simetri dengan patokan sumbu
utama Utara-Selatan yang sangat jelas. Pada ujung-ujung sumbu utama tersebut
terdapat elemen kota kolonial Jawa yang penting sebagai pusat kontrol kekuasaan
administratif yaitu: kantor Asisten Residen (diujung bagian Selatan) sebagai pusat
Gb.7. Analisis tahap 4 (1880-1940 an). Pada tahap ni bentuk dan struktur kotanya
tidak banyak berubah. Hanya pada waktu itu jalan kereta api sebagai penghubung
antara Probolinggo dengan kota-kota lain sepeerti Surabaya, Malang dan sebagainya
sudah terbentuk.
Dimensi 23/ARSITEK JULI 1997
12
adminstratif kekuasaan kolonial yang tertinggi di kota tersebut, dan alun-alun
(diujung bagian Utara), sebagai simbol pusat pemerintahan Pribumi10. Disebelah
Utara dari alun-alun terdapat sebuah stasiun kereta api . Dibelakang stasiun tersebut
terdapat sebuah tangsi militer yang oleh orang-orang setempat disebut benteng11.
Dibelakang benteng tersebut terletak pelabuhan. Pada bagian Timur dan Barat dari
sumbu utama (Jl. Suroyo- dulu bernama Heerenstraat) terseut terdapat jalan besar
yang sejajar dan jalan melintang yang memotong tegak lurus sumbu utama sehingga
membentuk suatu pola grid yang nyaris simetri.
Jalan yang membentuk sumbu utama (Jl. Suroyo), sekaligus bisa berfungsi
sebagai ruang luar kota dan sebagai ruang publik kota. Bila terjadi prosesi arakarakan
, maka publik bisa berkumpul di alun-alun dan diakhiri di halaman depan
kantor Asisten Residen, sebagai simbol penguasa kota kolonial. Untukmenambah
estetika jalan utama (Heerenstraat- sekarang Jl. Suroyo), tersebut maka dikanan kiri
jalannya ditanam pohon asem yang rindang12. Sepanjang jalan utama itu berdiri
gedung-gedung pemerintahan yang penting. Penataan kota seperti ini mengingatkan
kita pada penyususnan kota-kota Eropa pada jaman renaissance, yang condong
ditata secara simetri dengan pemandangan kiri dan kanan jalan dengan barisan
pepohonan, kemudian diakhiri dengan suatu focal point berupa bangunan
monumental atau ruang terbuka kota. Di Probolinggo ini ruang terbuka kotanya
adalah alun-alun dan bangunan monumentalna adalah kantor Asisten Residen.
Dengan penataan kota seperti ini Probolinggo kelihatan sangat teratur sekali.
Tidak kalau van Geldern menulis tentang kota Probolinggo pada th. 1893 sebagai
berikut (Gill, 1996:277):
“De stad is beter aangelegd dan het oud gedeelte van Batavia, Semarang en Soerabaia. De
straten zijn breed en kruisten elkaar rechthoeking”
(Kota ini ditata lebih baik dibanding bagian lama kota Batavia, Semarang dan Soerabaia.
Jalannya lebar-lebar dan saling memotong dengan tegak lurus)
Jalan kereta pai yang menghubungkan Probolinggo dengan Surabaya atau
kota-kota lainnya di ujung Jawa Timur yang selesai pada th. 1898 mengambil jalan
10 Disekitar laun-alun pasti terdapat kantor Bupatidan mesjid yang terletak disebelah Barat alun-alun.
Alun-alun ini diduga sudah ada sebelum orang Belanda berkuasa.
11 Tangsi tersebut dulunya memang merupakan benteng Belanda yang merupaan pangkalan pertama
orang Belanda mengnjakkan kainya di Probolinggo.
12 Sekarang pohon tersebu sudah ditebang, sehingga Jl. Suroyo sekarang terkesan agak panas.
Dimensi 23/ARSITEK JULI 1997
13
diluar segi empat utama bentuk kota. Relnya dilewatkan disebelahUtara kota
sehingga tidak mengganggu lalu lintas dalam kota. Stasiunnya berorientasike
palabuhan. Stasiun sengaja diletakkan pada sumbu kota. Hal ini menunjukkan
bagaimana pentingnya peran infra struktur sebagai arti ekonomi terhadap
perancangan kota secara keseluruhan
Bentuk Kota dan Penyebaran Penduduk
Sampai th. 1905 penduduk kota Probolinggo berjumlah sekitar 15.000 orang,
yang terdiri dari 600 orang Eropa (Belanda), 1200 orang Cina, 350 orang Arab,
sedangkan sisanya adalah penduduk Pribumi dan sejumlah kecil orang Madura.
Meskipun penduduk orang Belanda hanya sejumlah 600 orang pada th. 1905,
tapi sebagai penguasa, orang Belanda ini ditempatkan pada bagian utama kota.
Daerah permukiman orang Belanda punya kapling yang luas. Batas halaman dan
jalan hanya dibatasi dengan tembok putih setinggi 60 cm. Batas antara satu rumah
dengan rumah lain, tingginya sedikit diatas 2.00M. Rumah-rumah semacam ini
banyak terdapat di Heerenstraat (sekarang Jl. Suroyo) dan Weduwestraat (sekarang
Jl. Dr.M. Saleh)13. Perumahan yang lebih kecil dibangun untuk pegawai K.A.
Letaknya disebelahTimur stasiun . Fasilitas umumnya kota seperti Gereja, sekolah14,
Kantor Pos, Bioskop dan sebagainya semuanya terletak di daerah pusat kota orang
Eropa (Europeesche wijk).
Pada th. 1905 penduduk Arab hanya berjumlah kurang lebih 350 orang,
mereka ini berdiam disebelah Barat dari jalan utama Heerenstraat (sekarang Jl.
Suroyo). Kapling perumahan daerah ini lebih kecil bila dibandingkan dengan daerah
orang Eropa. Halamannyapun kelihatan secukupnya saja. Dipinggir jalan ditanami
pohon buah-buahan. Dulu daerah ini disebut sebagai Arabische Wijk (kampung
Arab- sekarang Jl. Dr. Wahidin), sedang daerah orang Melayu sekarang adalah Jl.
Kartini.
13 Sampai tahun 1960 an suasana seperti itu masih belum berubah.
14 Dahulu Probolinggo terkenal sebagai kota pendidikan. Satu-satunya sekolah OSVIA (sekolah untuk
pegawai negeri pemerintah kolonial) di Jawa Timur ada di Probolinggo. Selain itu juga banyak sekali
yayasan swasta milik Katholik maupun Kristen mendirkan sekolahnya disanan. H.J. De Graaf , yang
sering disebut sebagai bapak sejarahJawa pernah mengajar di Probolinggo sekitar th. 1930 an.
Antara th. 1920 an peran Probolinggo sebagai kota pendidikan ini rupanya digantikan oleh Malang,
yang mempunyai udar lebih bersih dan suhu yang lebih sejuk.
Dimensi 23/ARSITEK JULI 1997
14
Orang Cina pada th. 1905 berjumlah 1200 orang. Daerah oang Cina terbagi
menjadi 2 bagian. Yang pertama adalah daerah pertokoan yang terletak disepanjang
jalan Raya (dulu adalah jalan raya pos, yang menghubungkan Probolinggo dengan
Pasuruan disebelah Barat dan kota-kota ujung TimurJatim, sebelah Timur). Yang
kedua adalah daerah tempat tinggal di Chineeschevoorstraat (sekarang Jl. Dr.
Sutomo). Yang menarik di daerah ini adalah letakkelentengnya. Kelenteng tersebut
letaknya tepat diujung bagian Utara dari permukiman Cina15. Kawasan Pecinan ini
tata letaknya dibuat secara sadar, yang mungkin jarang kita jumpai di kota-kota lain
di Jawa. Kuburan bagi orang Cina juga diletakkan di daerah Pecinan ini, tapi
sekarang sudah dibongkar.
Daerah permukiman orang Pribumi terletak di ujung sebelah Timur dari
daerah Pecinan. Tata letak ruangnya sangat ketat sekali, tapi tampak hijau, pagar
rumah umumnya dibuat dari bambu. Daerah ini semakin ke Timur jalannya semakin
sempit, dan akhirnya hanya merupakan jalan setapak saja. Pada th. 1905
pendudukPribmi di Probolinggo berjumlah kurang lebih 12.500 orang, yang
merupakan jumlah terbanyak dari semua suku bangsa yang ada dikota ini.
Permukiman Pribumi ini secara tata ruang rupanya sengaja oleh Belanda diletakkan
relatif jauh dari permukiman orang Eropa, karena untuk mencapai daerah orang
Eropa , kita harus melalui daerah Pecinan dan pusat kota lebih dulu.
Penduduk Madua hanya ada beberapa ratus orang saja .Mereka ini
bertempat tinggal di daerah Utara dekat pelabuhan. Kampung Madura biasanya
dihuni oleh para nelayan. Namanya daerah Mayangan, yang artinya orang-orang
perahu. Daerah pelabuhan didominasi dengan kegiatan pelabuhan serta gudanggudang
penyimpanan gula, kopi dan tembakau untuk kepentingan orang-orang
Eropa. Sampai akhir tahun 1960 an meskipun perkembangan penduduknya
bertambah beberapa kali lipat, tapi kerangka dasar dari tata letak kota Probolinggo
masih tetap belum berubah.
15 Hal ini mengingatkan kita pada pola permukiman Cina di daerah pantai mulaidari kota-kota di
bagian Selatan daratan Cina sampai kota-kota di bagian Selatan daratan Cina sampai kota-kota
Pecinan di daerah Asia Tenggara. Lihat: The Urban History of Southeast Asian Coastal Cities, J.
Widodo (1996).
Dimensi 23/ARSITEK JULI 1997
15
Gb.8. Kelenteng Probolinggo. Letaknya tepat diujung
Sebelah Utara dari daerah Pecinan (Chineese Kamp).
Melihat letaknya yang strategis ini , maka bisa diduga
bahwa memang perletakan tersebut sudah dirancang
sejak semula. Bagi masyarakat Cina kelenteng tidak
saja sebagai empat ibadah, tapi juga sebagai pusat
komunitas.
Gb.10.Pemandangan permukiman daerah orang Eropa.
Disini terlihat suasananya lebih terbuka. Pagarnya pendekpendek.
Gb.9. Pemandangan perumahan daerah Arabische
Kamp. Terlhat bahwa pagarnya cukup tinggi, sehingga
kegiatan di dalam tidak terlihat dari luar sama sekali.
Dimensi 23/ARSITEK JULI 1997
16
Gb.11. Peta Probolinggo antara th. 1830-1840,
dimana kotanya masih menjadi bagian dari Karesidenan
Besuki. Pada tahun-tahun tersebut sudah
kelihatan terbentuknya sumbu utama kota (kelak
jadi heerenstraat).
Gb.12. Peta Kota Probolingo th. 1882. Pada tahun
tersebut bentuk (morpologi) kotanya sudah
kelihatan seperti sekarang.
Gb.13. Peta Kota Probolinggo th.1946, ternyata
tidak banyak berubah dengan peta th. 1882.
Dimensi 23/ARSITEK JULI 1997
17
Gb.14. Peta kota Probolinggo antara th. 1940 an. Disini terlihat dengan jelas bentuk dan struktur kotanya yang berpola grid.
Sumbu utama kota Utara-Selatan yang dimulai denengan daerah pelabuhan disebelah Utara , kemudian benteng , Stasiun
Kereta api, alun-alun (disekitarnya ada mesjid, Kabupaten, Penjara dsb.nya) dan diakhiri dengan Kantor Asisten Residen
sebagai penguasa tertinggi kota. Daerah permukiman dirancang disekitar sumbu utama tersebut dengan pemisahan etnis
yang jelas. Permukiman orang Eropa ada didekat pusat kota, kemudian disusul dengan daerah permukiman orang Cina.
Kauman, daerah permukiman orang Arab, Melayu dan Pribumi. Denanmelihat polanya yang sangat teratur tersebut jelas
bisa diduga bahwa Probolinggo merupakan suatu kota administratif Belanda yang dirancang secara sadar.
Dimensi 23/ARSITEK JULI 1997
18
Gb.15. Situasi di Jl. Suroyo th 1920 an. Kelihatan di kiri dan kanan jalannya masih di dominir oleh pohon asem yang
rindang.
Gb.16. Situasi pemandangan Jl. Suroyo th. 1988. Kelihatan mulai adanya perubahan.
g.17. Situasi pemandangan Jl. Suroyo th. 1990. Perubahan struktur jalannya sudah sangat terasa,. Mungkin hal ini karena
adanya perubahan peruntukan jalan.
Dimensi 23/ARSITEK JULI 1997
19
DISKUSI.
Dilihat dari segi morpologi, jelas kota Probolinggo merupakan kota yang
dirancang secara sadar. Perencanaan koa ini mulai ditangani secara serius sejak
tahun 1850 , pada jaman tanam paksa (1830-1870). Kedudukan kota Probolinggo
sebagai kota administratif Belanda makin ditangani lebih serius terutama sesudah
pembukaan perkebunan swasta secara besar-besaran di daerah ujung Jawa Timur,
setelah adanya undang-undang agraria th.1870, dan dibukanya jaringan rel kereta
api, yang menghubungkan kota-kota penting di Jawa pada akhir abad ke 20.
Sebenarnya tata letak kota lama Probolinggo sendiri kebetulan sangat mendukung
untuk perkembangan perencanaannya
Sumbu utama kota yaitu kantor Asisten Residen-Alun-alun-Stasiun kereta apibenteng
– pelabuhan, menunjukkan adanya dominasi kota untuk kepentingan
ekonomi kolonial. Penyebaran permukiman penduduk disesuaikan dengan
kepentingan tersebut diatas. Meskipun unsur-unsur tradisional setempat seperti alunalun,
rumah Bupati, mesjid dan sebagainya dihadirkan dalam pusat kotanya, tapi
tidak dapat disangkal bahwa hal ini hanya sebagai pelengkap saja.
Gill (1995), menggolongkan kota Probolinggo sebagai : Nieuwe Indische Stad
(Kota Hindia Belanda Baru). Maksudnya, dimana unsur-unsur Pribumi (alun-alun,
mesjid, kantor Bupati, dsbnya) dan elemen kolonial (kantor Residen dan Asisten
Residen) sudah menjadi satu kesatuan pada pusat kotanya16.
Proboliggo adalah kota administratif yang merupakan kontrol atas hasil
produksi (gula, kopi, tembakau dsb.nya) di daerah hinterland (pedalamannya), yang
nantinya didistribusikan ke daerah lain. Hal ini tercermin dalam bentuk tata kotanya .
Pemecahan tata letak kotanya yang nyaris simetri, dengan sumbu utama Utara-
Selatan (Heerenstraat- sekarang Jl. Suroyo), dimana pada ujung sebelah Utara
terdapat stasiun kereta api, disusul dibelakangnya dengan komplek pergudangan,
benteng dan diakhiri dengan pelabuhan, jelaslah melukiskan maksud-maksud diatas.
16 Yang dimaksud dengan Oud Indische Stad adalah pada pusat kotanya unsur-unsur Pribumi (mesjid
, alun-alun , kantor Bupati), terpisah dengan pusat administrasi kolonial (Kantor Residen Atau Asisten
Residen) Pasuruan adalahsalah satu contoh kota Oud Indische Stad dimana kantor Asisten Residen
terpisah letaknya dengan alun-alun.
Dimensi 23/ARSITEK JULI 1997
20
Komplek hunian disusun dengan menyesuaikan tujuan utama terebut17. Dari
segi morpologi Probolinggo merupakan suatu tatanan yang unik dan khas yang tidak
terdapat pada kota-kota lain di Jawa. Kotanya secara sadar ditata untuk kepentingan
produksi dan kontrol atas ekonomi kolonial sepenuhnya.
Siapa yang menjadi perencana kota Probolinggo, sampai sekarang belum
ada data yang pasti. Kota ini menemukan bentuknya menjelang abad ke 20. Jadi
tidak mungkin rasanya kalau kita menyebut Ir. Herman Thomas Karsten sebagai
perencananya, karena ia baru tiba di Hindia Belanda sekitar th. 1914 an. Dan melihat
karakter dari Karsten tidak mungkin rasanya ia merencanakan kota seperti
Probolinggo ini18 .
Setelah kemerdekaan dan jaman orde baru, yang merupakan lapisan ketiga
bagi pembangunan kota Probolinggo19, tapi morpologi kota lamanya masih dapat
terlihat dengan jelas. Perubahan dari sebuah kota administratif Belanda menjadi
salah satu dari banyak Kotamdya di Jatim, memang jelas terlihat. Probolinggo
sebagai kota administratif yang berperan sebagai kontrol dan distribusi atas produksi
pertanian, memang sudah tidak disandang lagi setelah jaman kemerdekaan. Jelas
hal ini berdampak sangat besar secara ekonomi bagi kota Probolinggo. Sehingga
akibatnya kemerdekaan menjadi tersendat, lebih-lebih lagi setelah pelabuhannya
sekarang menjadi kurang berperan. Setelah jaman orde baru peran sumbu utama
kota (Jl. Suroyo), sebagai simbol kekuasaan kolonial menjadi hilang. Pohon asem
yang rindang di kiri-kanan jalan, serta bangunannya dengan halaman yang luas dan
rata-rata tidak bertingkat, sekarang menjadi berubah. Kapling-kapling menjadi lebih
sempit dan bangunan bertingkat (seperti BCA, BBD dan BRI) juga banyak terdapat di
kiri dan kanan jalan Suroyo. Sebaliknya pohon di kiri-kanan jalan sudah tidak
mendominir pemandangan seperti dulu lagi, yang menjadi dominan sekarang justru
17 Permukiman orang Eropa (Europeesche wijk), terletak dipusat kota (Heerenstraat, Weduwestraat
dsb.nya). Permukiman orang Cina (Pecinan- Chineesche wijk), sebagai pedagang perantara ada di
Chineese Voorstraat dan sekitarnya. Sedangkan permukiman orang Pribumi yang jumlahnya
terbanyak malah mendapat tempat yang kurang strategis.
18 Untuk mengetahui lebih banyak tentang riwayat dan pandangan politik Ir. Herman Thomas Karsten
baca: Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di Malang oleh Handinoto dan Paulus H.
Suhargo, penerbit Andi dan LPPM Petra, 1996.
19 Kebanyakan kota-kota di Indonesia mengalami 3 masa dalam pembentukan kotanya. Yang pertama
adalah jaman prakolonial, yang kebanyakan tidak terdokumentasi sama sekali. Yang kedua adalah
jaman kolonial. Yang ketiga adalah jaman kemerdekaan. Dalam suatu perencanaan pembangunan
kota yang baik, diharapkan masa-masa pembangunan kota tersebut dapat dilihat sebagai suatu kolasi
kolai sendiri.
Dimensi 23/ARSITEK JULI 1997
21
bangunannya sehingga struktur dan atmosfir Heerenstraat (Jl. Suroyo), sekarang
secara keseluruhan menjadi berubah (lihat Gb.17). Jalan raya pos, yang menjadi
lewatan kendaraan ke dan dari luar kota Probolinggo sekarang menjadi ramai
dengan toko-toko. Jalan ini bisa menjadi pusat perkembangan baru bagi kota
Problinggo. Masalah ekonomi menjadi panglima baru dalam perkembangan kota.
Kemajuan ekonomi yang pesat dewasa ini di Aisa, akan berdampak langsung
pada kota-kotanya. Transformasi yang bersifat patologis (merusak) banyak terjadi
diman-mana, terutama pada kota-kota Asia yang ekonominya sedang naik daun.
Yang kita harapkan adalah bahwa kota pada dasarnya merupakan kolasi-kolasi dari
berbagai generasi, jadi generasi yang satu tidak merusak karya dari generasi yang
lain. Hal inilah yang kita harapkan pada kota Probolinggo.
DAFTAR PUSTAKA.
Gill, Ronald Gilbert (1988), The Morphology of Indonesian Cities, An Introduction
of The Morphology of Colonial Settlements and Towns of Java, Makalah
Seminar September, 1988 di Jakarta.
Gill, Ronald Gilbert (1995), De Indische Stad op Java en Madura, een
morphologische studie van haar ontwikkeling, disertasi Doktor .
Kostof, Spiro (1991), The City Shaped: Urban Pattern and Meanings Through
History, a Bulfinch Press Book, Little Brown and Company, Boston-Toronto-
London
Kumar, Aan(1983), Historiografi Jawa Mengenai Periode Kolonial Studi kasus, dalam
buku Dari Raja Ali Haji Hingga Hamka, Indonesia dan Masa Lalunya, Grafiti
Press, Jakarta, Hal. 75-96.
Lombard, Denys (1996), Nusa Jawa: Silang Budaya, PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, Jilid 2 , Jaringan Asia, Hal.81.
Nas, Peter J.M. (1986) Introduction: A General View on The Indonesian Town, dalam
buku The Indonesian City, Foris Publication Dordrecht-Holland/Cinnaminson
USA
Nas, Peter J.M. (1986) The Early Indonesian Town: Rise and Decline of The City-
State and its Capital , dalam buku The Indonesian City, Foris Publication
Dordrecht-Holland/Cinnaminson USA.
Parimin, Ardi P. (1996), Jatidiri Kota Kota di Indoensia Umumnya dan di Bali
Khususnya, makalah pada seminar di I.T.S. tanggal 31 Oktober 1996.
Santoso, Suryadi Jo (1984), Bentuk Kota Di Jawa Sampai Dari Abad Ke XVIII
(tanpa penerbit)
Tjiptoadmodjo, F.A. Sutjipto 1983), Kota Kota Pantai Sekitar Selat Madura,
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Disertasi Doktor.
Widodo, Johannes (1996), The Urban History of The Southeast Asian Coastal
Cities, disertasi Doktor, University Of Tokyo.
Dimensi 23/ARSITEK JULI 1997
22
WUJUDKAN KOTA PROBOLINGGO YANG BESTARI